Thursday, September 25, 2008

Compare to This!



Lelaki Terindah
-Andrei Aksana-

Resensi ini dikutip dari www.gramedia.com;
Lelaki Terindah adalah buku ke-4 dari Andrei Aksana. Penulis yang juga dikenal dengan julukan The Singing Author ini membongkar sebuah realita kehidupan percintaan yang menentang norma dalam masyarakat dan mengangkatnya menjadi sebuah cerita yang mengharukan.

Lelaki Terindah mengisahkan tentang kehidupan percintaan antara dua pria. Kisah cinta yang diawali tanpa sengaja. Seperti kata salah satu tokoh dalam novel tersebut 'Bukankan selalu ada awal yang baru?'

Rafky adalah sosok lelaki yang nyaris tanpa cacat. Tubuh yang atletis, wajah yang rupawan, dan kecerdasan yang di atas rata-rata. Ia adalah lelaki yang menarik perhatian hampir setiap orang. Sosok yang begitu memikat sampai satu hari seorang lelaki jatuh cinta padanya.

Pertemuannya dengan Valent di pesawat menuju Thailand tanpa sengaja merupakan awal dari kisah mereka. Valent yang tampan dan lembut menarik perhatian Rafky. Undangannya untuk tinggal bersamanya selama di Thailand diterima Rafky walau ia agak keberatan dengan gaya hidup Valent yang kelewat mewah.

Valent yang kehilangan ayah sejak kecil selalu merindukan sosok lelaki dewasa. Ia tahu sejak kecil ia selalu tertarik pada lelaki lain tetapi ia selalu menolak kehadiran perasaan itu. Tawaran ibunya untuk menikahinya dengan wanita pilihan ibunya ia terima dengan harapan ia bisa hidup normal seperti lelaki lain.

Tapi keberadaan Rafky di sisinya selama libutran di Thailand itu telah menjebol pertahanannya. Hingga satu hari mereka saling jatuh cinta.

Tapi dari halaman pertama hingga habis, adegan-adegan kemesraan dan percumbuan ternyata dilukiskan Andrei dengan bahasa yang halus dan indah. Bukan bahasa vulgar yang murahan, sehingga tidak ada kesan jijik pada setiap adegan yang disuguhkan.

Tidak hanya sekedar prosa, dalam novel ini, Andrei juga menyelipkan puisi-puisi yang merupakan lompatan-lompatan dari alam pikiran atau perasaan tokoh-tokohnya.

Lelaki terindah tidak hanya menceritakan perasaan-perasaan Rafky dan Valent yang notabene di sebut gay oleh masyarakat, tetapi juga perasaan-perasaan kecewa orang-orang yang berada di sekeliling mereka.

Membaca novel ini kita akan ditujukan pada sebuah kesadaran bahwa percintaan itu bersifat universal. Walau ada semacam kutipan 'Ketika cinta tak memilih jenis kelamin, Cinta pun menjadi terlarang'.

Aku mencintaimu, karena aku mencintaimu.
Tak perlu alasan lain...


Pertama kali gw putuskan buat beli buku ini... ehm... jujur aja, dari sampulnya dong... Heuheuheuhehehehe...
Pas gw baca, loh ternyata gay toh. Entah kenapa gw gak merasa jijik sama sekali, seperti yang sudah diresensikan dari Gramed sendiri. Gw gak JIJIK sama sekali, gw malah merasa sedih karena Rafky dan Valent gak bisa bersatu.
Semuanya dituturkan dalam bahasa yang indah, gw susah menjelaskannya, tapi menurut gw novel ini oke banget... Gw suka banget.
Bagaimana mungkin seseorang bisa menggambarkan percintaan sesama jenis [terutama antar laki-laki] menjadi begitu indah dan wajar saat dibaca?
Gw bahkan merasa kesal dengan ibunda Valent yang keras kepala, yang pada akhirnya malah membawa putra kesayangannya itu pada kematian, akibat kekeras kepalaannya.
Gw benci dengan sang ibu yang begitu protektif dan gak sensitif, dia menyayangi putranya berlebihan tapi justru beliau sendiri tidak tahu apa yang terjadi dengan putranya?
Sampe berteriak gw bilang; nyesel lo sekarang anak lo mati?! Goblok banget sih...
Tapi ya... itulah kehidupan, gak semudah itu orang menerima kehadiran para kaum gay. Apalagi jika itu putranya sendiri. Bahkan kalo gw ada temen yang agak 'nyerempet' dikit aja gw masih jenggah kok... apalagi kalo ampe anggota keluarga sendiri ya kannn.... Jadilah faktor pemikiran ini yang membuat gw maklum dengan kekeras kepalaan ibunda Valent.
Tapi ibu Rafky... dia benar-benar orang yang sabar...

Gezzz... gw gak nyangka bakal nulis resensi novel ini di sini. Tapi ternyata ketulis juga, gw saranin baca deh... mau pake perasaan juga boleh... Gw baca ampe tiga kali dan gak jijik-jijik juga tuh... Pantas buat dibeli, kalo malu... ya pinjem juga gak apa...

2 comments:

Dunia Fiksi said...

Saya udah baca Lelaki Terindah. Memang bagus sekali. Setiap kalimatnya bersajak, indah dan menyentuh seperti kita membaca puisi.Tapi sayang sekali pandangan masyarakat kita (Indonesia/orang Asia) kurang bisa menghargai perbedaan orientasi seksual seperti itu. Contohnya,para member taman bacaan saya kalau ditawari novel ini langsung nolak karena nggak suka themanya.
Padahal penyimpangan orientasi seksual di negeri ini lebih parah. Sudah tahu apa artinya 'gemblak' di budaya Reog Ponorogo? Untuk mempertahankan kesaktiannya, para warok yang memainkan reog memelihara gundik berupa anak laki-laki muda. Sudah homo, paedofil pula. Gimana tuh?

Miss Thee said...

Orang menolak membaca karena gak suka temanya, hal ini emang sering terjadi di Indonesia. Mereka masih tutup mata dan telinga mengenai hal2 seperti ini. Padahal sih, harusnya terima-terima aja deh... bukannya setuju atau gimana, tapi hal ini kan emang benar adanya. Fakta, bukan cuma cerita, jadi kita menolakpun... apalah gunanya? Betul gak? Hehehehehe....
Mereka yang menolak itu artinya wawasan mereka sempit, karena mereka hanya mau melihat kenyataan yang terpampang di depan mata tanpa mau melihat kenyataan yang ada di sekelilingnya. [Emang iya ya? Iya kali...]
Nah... itu dia, gak banyak orang yang ngerti arti 'gemblak', bahkan saya sendiri pun baru tahu... kalo ada hal seperti itu!
Wow! Sampe speechless rasanya...
Mau dikomentarin apa ya?
Dibilang gay... ntar katanya cuma mau nambah ilmu.
Dibilang pedofil, sama jawabannya.
Dibilang sakit jiwa, ntar kita pula yang kena dukun mereka.
Dibilang kelainan orientasi, lha... emang iya... tapi mereka bilang buat nambah ilmu.
Jadi... ya, kembali ke individu masing2 ajalah kayaknya...
Betul tidak [Aa Gym style...]