Notes :
Pak han, maaf ya aku duluan... Abis kasian ngebiarin tulisannya mba Rina kelamaan sendirian nggak ada temennya, hehe... Ini langsung aku kasih 3 resensi dari novel yang genrenya beda-beda. Maaf, karena semua resensinya novel luar negeri, soalnya ini 3 novel yang baru aku baca, dan bikin gemes untuk dibuat resensi. Mudah-mudahan bisa jadi info buat semua ya...
The Juror
Pak han, maaf ya aku duluan... Abis kasian ngebiarin tulisannya mba Rina kelamaan sendirian nggak ada temennya, hehe... Ini langsung aku kasih 3 resensi dari novel yang genrenya beda-beda. Maaf, karena semua resensinya novel luar negeri, soalnya ini 3 novel yang baru aku baca, dan bikin gemes untuk dibuat resensi. Mudah-mudahan bisa jadi info buat semua ya...
The Juror
Gue menemukan novel ini ketika gue menyempatkan diri untuk berkunjung ke toko buku, yang biasa menjual buku-buku bajakan atau buku kuno, di kawasan Karang Tengah, Jakarta Selatan (dekat dengan rumah).
Ketika melihat covernya, gue langsung tahu bahwa rupanya novel ini sudah pernah difilmkan, bisa dilihat dari cover terbarunya, siapa saja tokoh utamanya. Tentunya yang paling mencolok di covernya adalah Demmi Moore. Namun sayangnya, gue belum pernah menonton filmnya bahkan gue tidak tahu sedikitpun mengenai filmnya.
Tidak ada sinopsis singkat yang dicantumkan di bagian belakang cover, yang ada hanya foto berukuran extra large dari penulisnya. Seorang pria dalam foto hitam putih, berpakaian seadanya, sedang duduk dan tersenyum memamerkan gigi atasnya, dari posturnya terlihat pria ini bertubuh sangat kurus. Tapi di halaman pertama tercantum sinopsisnya secara singkat :
Annie Laird, juri nomor 224. Seniman yang karirnya suram, ibu tanpa suami yang membesarkan anaknya seorang diri. Warga negara yang baik, yang terpilih untuk melakukan tugasnya sebagai warga Negara. Tapi sidang pengadilan itu bukan sidang biasa. Si terdakwa adalah tokoh organisasi kejahatan. Dan keputusan akhir sudah dirancang dengan saksama oleh seseorang yang memiliki kekuatan tersembunyi. Seseorang yang hidup sesuai ajaran Lao Tse dan memiliki daya tarik yang sangat kuat. Dialah sang Guru, dan ia memusatkan perhatiannya pada Annie Laird.
Secara garis besar, genre novel ini adalah thriller. Tapi tidak seperti novel-novel thriller biasa yang menyajikan pembunuhan sadis tanpa makna filosofis dibalik itu semua. Novel ini memberikan sebuah sentuhan emosi cinta yang luar biasa, yang saat ini jarang ditemui di sekitar kita. Kekuatan cinta ibu dan anak, yang tak akan mungkin terpisahkan, bahkan oleh cinta kepada sesama kekasih sekalipun. Seorang single parent yang rela mengorbankan apa saja demi anak laki-laki satu-satunya. Selain itu, pelajaran cinta mengagumkan lainnya adalah, diceritakan cinta seorang sahabat yang begitu besar, hingga rela mengorbankan nyawanya sendiri demi keselamatan sahabatnya dan anak sahabatnya--yang sudah dianggapnya sebagai anak kandungnya sendiri.
Dari sekian banyak pelajaran cinta yang menggugah untuk gue, satu keunikan yang lain adalah gue diajak untuk mengetahui lebih dalam mengenai proses persidangan dan kehidupan seorang juri dalam memperjuangkan pendapatnya di persidangan. Suatu posisi yang jarang sekali disorot, karena biasanya tema seputar meja hijau sudah lebih dulu menghampiri hakim, pengacara, saksi, terdakwa, ataupun jaksa untuk diulas ke dalam sebuah artikel atau cerita.
Posisi juri, adalah satu posisi yang menurut gue jarang sekali tersentuh oleh bahasan para penulis dan sutradara film (mungkin ada yang terinspirasi untuk mengulas kehidupan mereka lebih banyak lagi dalam novel?).
Dekatnya kehidupan dalam novel ini dengan kehidupan kita sehari-hari adalah kentalnya tujuan nepotisme yang diperjuangkan oleh peran-peran antagonis dalam novel ini. Nepotisme, adalah penyebab utama terbunuhnya sejumlah nyawa, begitu kurang lebih latar belakang masalah yang diceritakan di sini.
Jika gue disuruh memberikan penilaian dari skala 1 sampai 10, gue akan memberikan angka 9 untuk ide, bahasa, dan tema cerita yang menarik, karena sangat menggugah emosi gue yaitu karena menampilkan kehidupan cinta yang sangat tidak biasa. Namun sayangnya, gue terpaksa hanya memberikan angka 7 untuk ‘to-the-point’ kepada inti permasalahan, dalam arti kata novel ini membuat gue bosan karena alur ceritanya terlalu bertele-tele, walaupun pada saat memasuki klimaks cukup menegangkan juga. Seharusnya ada beberapa paragraf dalam beberapa bab-bab terakhir yang di-cut agar greget dari ketegangan kasus itu lebih me-ngena di hati.
Secara keseluruhan nilai yang diperoleh novel ini [(9+7):2] adalah delapan (8) untuk skala 1 sampai dengan 10. Itu menandakan novel ini menurut gue sudah cukup layak untuk dikonsumsi para pembaca, khususnya penikmat buku-buku bergenre thriller. Gue tidak bisa menjaminkan apa-apa dari novel ini, tapi gue bisa menjamin bahwa usai membaca novel ini : SAYA MERASA PUAS.
No comments:
Post a Comment