Dwilogi pertama dari rangkaian thriller fiction Thee & Rien.
Mengisahkan tentang pergulatan sengit antara Indonesian Ripper Frea Alvionita dengan seorang detektif jenius Yuri Silvia.
Dulu kau bagaikan singa yang berhadapan dengan gajah di kala surya mulai tersenyum.
Dulu aku adalah gajah, dan kau adalah singanya.
Tapi kini, aku adalah Siluet.
Dan kau adalah titik cahaya yang memudar.
Titik cahaya yang memudar itu, akan menghilang.
Dalam genggaman Siluet..
We Real Cool, but we die soon. Me, or you...
Frea adalah sosok manusia yang sering terlupa akan masa kecilnya. Kelainan jiwanya, adalah benci melihat orang yang bernyawa. Kesenangannya membunuh, karena dia haus darah. Profesinya sebagai dokter bedah, menjadi suatu bentuk penyalurannya untuk dapat memuaskan nafsu membunuh seperti memotong ataupun menguliti tubuh manusia.
Di tengah kepanikan itu, tidak seorang pun menyadari binar yang memancar dari mata Frea. Mata itu membelalak penuh kesenangan, senyuman jahat menghiasi wajahnya. Menodai wajah cantiknya.Frea menghentikan darah yang terus mengalir, menjepit nadinya tanpa melukai jaringan syaraf korban.Dengan tenang, cepat, dan pasti, tangan Frea bergerak lincah di atas tubuh korban.
Menyelesaikan semuanya.Menjahit.Menjepit.Memotong.Bagian tulang yang retak dan menembus kulit, dipasang plat agar kembali lagi pada posisinya semula. Semua itu dilakukannya dengan cepat, dan tepat sasaran. Frea mendesah kecewa saat segalanya berakhir.
Ray, adalah sahabat Frea Alvionita. Seorang transeksual yang diam-diam juga menaruh hati pada Frea. Namun, Frea tidak dapat mencintai Ray. Dia hidup tanpa cinta, dan hanya ingin mencintai dirinya sendiri. Meskipun orang-orang di sekelilingnya begitu mencintai dan mengagumi kecantikan serta kepintaran Frea. Kesenangannya hanya lumuran darah yang berada di tangannya atau struktur organ tubuh manusia dengan matanya yang telanjang. Kesenangannya hanya membunuh.
Penyakit itu;Tidak tertarik pada laki-laki.Tidak tertarik pada wanita.Tidak tertarik pada uang.Hanya tertarik pada struktur tubuh manusia. Salah satu alasan dia memilih menggeluti profesi dokter bedah tersebut.
Kling… bunyi es batu yang menyentuh dasar gelas terdengar nyaring dan jernih. Frea meraih botol vodka yang isinya tinggal separuh, menuangnya ke dalam gelas berisi es. Aliran dari minuman beralkohol itu menimbulkan bunyi gemeretak dan denting pada dinding gelas yang terantuk es akibat massa yang menimpanya.
Augusta Frea Alvionita....
Jangan pernah lupakan nama itu.Sebut saja satu kali, maka dia akan menghampirimu dengan naluri-nya yang buas.Sebut dua kali, dia akan menari di atas tubuhmu dengan gairah yang meledak-ledak.Sebut yang ketiga kali, tariannya akan berubah menjadi jeritan milikmu.Senyumnya tidak lagi indah...
Wajahnya tidak lagi mempesona...
Hanya tersirat sinar intelegensia jahat di matanya yang jernih...
Tujuh mayat remaja tergantung di hadapannya.
Pertama kali yang dia lihat, pemandangan yang berada di depannya itu bagaikan sebuah bingkai berdarah. Bagai terlukis dengan sempurna.
Ketujuh tubuh itu terkulai kaku di dinding, terlukis sempurna dengan darah yang melumuri masing-masing tubuhnya.
Tubuh seorang pemuda tertancap pada batang beton di tengah dinding gedung yang tidak jadi itu, lehernya tersayat dalam dan berlubang. Seseorang tampak melukai bagian tenggorokannya lebih dahulu sebelum akhirnya mengukir tubuh kurus telanjang itu dengan ukiran yang sama yang selalu dia lihat pada korban-korban sebelumnya.
Dua tubuh lagi, tergantung sempurna pada kawat-kawat yang digantungkan dari dua pilar yang berada di kanan dan di kiri, serta terikat kuat pada batang beton yang tersembul dari tubuh temannya yang tergantung sempurna di dinding. Semuanya dalam keadaan yang membingungkan, karena beberapa anggota tubuh ketiganya telah bertukar tempat dan dijahit rapi.
Tampak bagian tangan, pergelangan kaki dan kepala sudah berpindah tempat, sudah tidak pada tubuh orang yang sebenarnya. Jahitannya tidak asal, itu berarti pembunuhnya memang sudah mahir dengan kontruksi tubuh manusia.
Darah mengenang di lantai, memberi saksi bahwa sudah terjadi pembantaian besar-besaran di sana. Ketiganya tergantung sempurna dengan kawat-kawat yang mengelilingi tubuh mereka yang telanjang. Kawat-kawat itu dibuat mengelilingi tubuh si pemuda yang tampak disalib di tengah dinding dengan batang beton menembus tubuhnya.
Sementara yang dua lagi, dengan leher terkoyak hampir putus karena sabetan benda tajam, tubuh mereka juga tertancap sempurna di batang beton di atas tiang pilar yang patah, di kanan dan kiri dinding.
Darah keduanya yang mengaliri pilar, tampak memberi kesan bahwa itulah titik akhirnya. Sentuhan terakhir itu adalah frame dari lukisan manusia hidup yang sudah dikerjakannya.
Cintanya sama dengan kematian...
Frea tidak pernah mencintai laki-laki, tidak juga wanita.
Frea tidak bisa mencintai manusia hidup.
Nalurinya untuk bertahan hidup adalah darah yang mengalir di nadi setiap manusia yang bersentuhan dengan dirinya.Frea bisa merasakan darah mereka mengalir di bawah kulit yang disentuhnya.Seperti itulah cara Frea mencintai mereka.Menyentuh mereka....
Mencumbu mereka...
Membiarkan mereka mencintai tubuhnya yang indah...
Dan kemudian, Frea akan mencintai mereka sampai mati.....
Anggur merah adalah cintanya...
Frea selalu meninggalkan simbol berupa bentuk huruf F terbalik pada setiap korbannya. Salah satu petunjuk yang digunakan Yuri Silvia bersama dengan asistennya Mahesa untuk menangkap Frea. Simbol yang sekaligus menjadi pelecehan Frea terhadap Yuri dan polisi-polisi yang mencarinya. Frea begitu percaya diri dengan kekuatan dan kepintaran taktik serta ilmu science yang dimilikinya sejak kecil.
**
“Sudah kubilang sejak awal…” Frea meraih gelas berkaki dan mengisinya dengan anggur merah Pinot Noir 1987, menyesapnya dengan nikmat.
“Aku… tidak akan pernah tertangkap.”
**
Yuri terkekeh, dan memutar telunjuknya di depan hidung Mahesa sambil berkata perlahan, “Tugas kita berdua... Inget”
Kini Mahesa yang melenguh bosan, “Kenapa sih kita selalu dibikin kayak Murder & Scully!” serunya kesal.
------We Real Cool
Gwendolyn Brooks
we Real Cool. we Left School. we Lurk Late. we Strike Straight.
we Sing Sin. we Thin Gin. we Jazz June. we Die Soon.
“Baca apa sih lo? Serius amat” tanya Mahesa.
Yuri menolehkan kembali wajahnya ke layar komputer.
“Gue baru nemu ini dari webs encyclopedy. Puisinya Gwendolyn Elizabeth Brooks” jawab Yuri. Tak melepaskan pandangannya dari beberapa deret kalimat di atas file website tersebut.
“Caelah!” ejek Mahesa. “Sejak kapan lo rajin buka encyclopedy?!”
Yuri melotot kepada Mahesa. “Bukan urusan lo! Liat nih! Baca!”
Mahesa mengikuti keinginan Yuri. Dia membaca kalimat-kalimat puisi berjudul We Real Cool tersebut.
“So? What?” tanyanya kemudian.
“Gue membayangkan, puisi ini menggambarkan antara gue dengan si Siluet”
Mahesa melongo. “Ngawur! Imajinasi lo terlalu berlebihan!”
“Strike straight. Lurk late. Lo liat dong artinya di sini!”
“Iya, itu lo artiin sendiri kan...Kali aja artinya bukan itu! Ya.. semacam kiasan yang hanya dimengerti interpreter”
Sebuah konspirasi, mewarnai novel ini. Akan terlihat hubungannya sedikit demi sedikit dalam alur cerita. Konspirasi dari sebuah sindikat terlarang kloning kelas dunia bernama Treize Lune.
Treize Lune merekrut personilnya, dari beberapa negara di dunia. Beranggotakan ilmuwan-ilmuwan jenius yang dipimpin oleh Jean Paul.
Jean Paul mendesah, ini adalah bagian yang paling tidak disukainya. Dia menekan tubuhnya ke depan, kemudian meluncur ke bawah, menuju ke dalam markas. Udara oksigen murni, berganti menjadi dinginnya Air Conditioner dan oksigen yang ditransfer dari dalam tabung. Perubahan suhu ini, selalu membuatnya menggigil setiap kali dia mendatangi markasnya. Gigil ini juga selalu dia rasakan, apabila adrenalinnya memacu karena semangatnya kembali bangkit untuk bertemu dengan produk kloningnya yang sudah lama dia rindukan.
Akhir kisah, belum mampu menentukan apapun, hanya sekali lagi... pembunuhan.
JEJAK terakhir belum tereka, karena perjalanan SILUET masih sangat panjang.
“Oui, s’il vous plait. Qu’est-ce que je vous mademoiselle?” Sesaat Yuri melongo memandang wajah sang pelayan. Terkejut hingga dia tak sanggup berkata apa-apa.
Wajah itu. Wajah yang pernah begitu dalam mengguncang batinnya. Wajah yang mengubah prinsip hidupnya sedemikian besar, memutar langkahnya, hingga mempengaruhinya untuk melarikan diri dari dunianya yang lampau, sampai pada keputusan finalnya untuk menjejakkan kaki di Paris.
COMING SOON! JUST WAIT AND SEE
A NEW NOVEL
BY
THEE & RIEN
2 comments:
Wah Rini dan Tyas, judul dan sinopsisnya menarik banget. Nice work ;-)
Jadi nggak sabar nih, kapan rencana keluarnya?
Rencana keluarnya nggak tahu mba, masih belum pasti kapan... Yeah, you know mba, serba nggak pasti kan.. Hehe... Makasih ya mba, udah mau baca.. Kalo bikin berdua tuh memang idenya jadi komplkes.. Nice to try lho mba.. hehe
Post a Comment